These past few dayz....
Wah... dah lama banget nih ga ngisi blog yang ini. Banyak yang bisa diketik :)
Sekarang ini lagi banyak isu hot seputar agama (penayangan film dokumenter "fitna") dan teknologi informasi (pengesahan undang-undang informasi dan transaksi elektronik). Pasti banyak nih blogger-blogger yang udah mengeluarkan uneg-uneg dan angkat bicara. Dua isu tadi berlainan tp punya keterkaitan yang erat. Yang satu itu isu konflik agama melalui wadah internet, satu lagi isu internet yang mewadahi (antara lain) konflik agama.
Saya sih ga akan komentar terlalu banyak. No.. no.. otakku ga qualified tuk bisa memikirkan dua hal tadi terlalu dalam. Saya cuma mo bilang:
1. Isu film Fitna:
Kenapa orang begitu heboh? Saya perhatikan banyak umat islam di seluruh dunia mati-matian menyatakan defensive arguments yang mencoba menunjukkan bahwa pesan yang diutarakan dalam film itu ga benar. Sampai-sampai depkominfo meminta youtube untuk memblokir film Fitna dari situs mereka (tapi departemen agama kok diem-diem aja ya?). Lha? Judulnya kan sudah mewakili arti filmnya: FITNAH. Sudah ga perlu di-point out lagi. Film itu adalah fitnah terhadap agama Islam, walaupun mungkin yang bikin film maksudnya bukan begitu. Agak ironis sebenarnya. Kalau saya pikir sih, yang begitu ga usah ditanggapi sampai segitunya. Aksi lebih baik dari sekedar kata-kata. Walaupun kita mau protes sampai mulut kram, lidah kering dan bibir monyong... kalo masih ada kejadian-kejadian pemboman yang notabene merupkana aksi teroris orang islam, yang begini pasti terus terjadi. Mengeluarkan argumen-argumen tajam dan pemblokiran sama seperti mengipasi api, malah membesar apinya. Kalau minta film diblokir? Mending kalau niat dari boikot itu diartikan baik dan benar, tapi kalau dikira boikot itu diminta untuk melancarkan rekrutmen jihad? Kalau permintaan kita justru dianggap untuk membantu menutupi aksi para teroris? Perubahan harus dimulai dari diri kita sendiri, kata orang yang saya lupa nama dan jaman kehidupannya. Tunjukkanlah kepada dunia bahwa Islam itu damai dan indah, jangan cuman ngomong aja.
Sticks and stones may break my bones but words will ever hurt me.
2. Pengesahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-undang yang belom dinomorin ini.. mmm.. apa yaaa.. gimana ya ngomongnya? Agak bingung juga mo komen masalah UU ini. Banyak yang rancu sih.
Misalnya aja Pasal 2 yang pada intinya mengatakan bahwa UU ini berlaku di seluruh dunia dan terhadap warga negara mana aja yang merugikan kepentingan negara. Yang seperti ini kan perlu di-back up dengan adanya hukum internasional yang relevan. kalau engga, aplikasinya bisa jadi tidak mungkin diterapkan.
Pasal 27 ayat (1) dan (2):
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Kalau diperhatikan susunan kalimatnya... berarti yang dilarang cuma mendistribusikan, mentransmisi dan membuat dapat diaksesnya. Berarti kalau kita mengakses masih boleh donk? Padahal saya baca di suatu artikel di detik, hal ini adalah untuk meningkatkan moral bangsa dan rasa tanggung jawab. Meningkatkan gimana caranya kalau begitu? Kan salah satu prinsip bangsa Indonesia yang terkenal adalah "tak ada rotan, akar pun jadi". Percaya deh, orang kita pasti akan berhasil menemukan cara lain untuk mengakalinya. Karena selama masih ada pasarnya, penjualnya pun tetap akan bertahan. Nah.. untuk masalah tanggung jawab, saya mau tanya, apa kalian tidak ada yang merasa tersinggung? Karena ini sama saja seperti melarang anak kecil makan permen dengan cara menyita permennya. Lah? Emangnya kita anak kecil kok diperlakukan seperti itu? Tanggung jawab itu ya tergantung kesadaran masing-masing individu dan masih banyak cara lain yang lebih dewasa untuk mengajarkan dan meningkatkannya. Lagipula, kan lucu kalau kita dipaksa bertanggung jawab oleh orang-orang yang sendirinya belum tentu "jujur dan bertanggung jawab".
Sekali lagi, kalau mau ada perubahan mulailah dari diri kita sendiri (siapa sih pelopor quote yang bagus banget ini?!).
Segitu aja komen dari saya... tadinya ada satu hal lagi yang mau diangkat, tapi karena terlalu terbawa isu 2 hal di atas saya jadi lupa deh :)
P.S.: Daripada nanti saya terjerat Pasal 27 UU ITE, kayaknya mendingan saya bikin disclaimer:
Tulisan ini samasekali tidak ada niat untuk menghina, mencemarkan, memeras ataupun mengancam pihak manapun. Kalaupun ada, itu adalah ketidaksengajaan.
Sekarang ini lagi banyak isu hot seputar agama (penayangan film dokumenter "fitna") dan teknologi informasi (pengesahan undang-undang informasi dan transaksi elektronik). Pasti banyak nih blogger-blogger yang udah mengeluarkan uneg-uneg dan angkat bicara. Dua isu tadi berlainan tp punya keterkaitan yang erat. Yang satu itu isu konflik agama melalui wadah internet, satu lagi isu internet yang mewadahi (antara lain) konflik agama.
Saya sih ga akan komentar terlalu banyak. No.. no.. otakku ga qualified tuk bisa memikirkan dua hal tadi terlalu dalam. Saya cuma mo bilang:
1. Isu film Fitna:
Kenapa orang begitu heboh? Saya perhatikan banyak umat islam di seluruh dunia mati-matian menyatakan defensive arguments yang mencoba menunjukkan bahwa pesan yang diutarakan dalam film itu ga benar. Sampai-sampai depkominfo meminta youtube untuk memblokir film Fitna dari situs mereka (tapi departemen agama kok diem-diem aja ya?). Lha? Judulnya kan sudah mewakili arti filmnya: FITNAH. Sudah ga perlu di-point out lagi. Film itu adalah fitnah terhadap agama Islam, walaupun mungkin yang bikin film maksudnya bukan begitu. Agak ironis sebenarnya. Kalau saya pikir sih, yang begitu ga usah ditanggapi sampai segitunya. Aksi lebih baik dari sekedar kata-kata. Walaupun kita mau protes sampai mulut kram, lidah kering dan bibir monyong... kalo masih ada kejadian-kejadian pemboman yang notabene merupkana aksi teroris orang islam, yang begini pasti terus terjadi. Mengeluarkan argumen-argumen tajam dan pemblokiran sama seperti mengipasi api, malah membesar apinya. Kalau minta film diblokir? Mending kalau niat dari boikot itu diartikan baik dan benar, tapi kalau dikira boikot itu diminta untuk melancarkan rekrutmen jihad? Kalau permintaan kita justru dianggap untuk membantu menutupi aksi para teroris? Perubahan harus dimulai dari diri kita sendiri, kata orang yang saya lupa nama dan jaman kehidupannya. Tunjukkanlah kepada dunia bahwa Islam itu damai dan indah, jangan cuman ngomong aja.
Sticks and stones may break my bones but words will ever hurt me.
2. Pengesahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-undang yang belom dinomorin ini.. mmm.. apa yaaa.. gimana ya ngomongnya? Agak bingung juga mo komen masalah UU ini. Banyak yang rancu sih.
Misalnya aja Pasal 2 yang pada intinya mengatakan bahwa UU ini berlaku di seluruh dunia dan terhadap warga negara mana aja yang merugikan kepentingan negara. Yang seperti ini kan perlu di-back up dengan adanya hukum internasional yang relevan. kalau engga, aplikasinya bisa jadi tidak mungkin diterapkan.
Pasal 27 ayat (1) dan (2):
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Kalau diperhatikan susunan kalimatnya... berarti yang dilarang cuma mendistribusikan, mentransmisi dan membuat dapat diaksesnya. Berarti kalau kita mengakses masih boleh donk? Padahal saya baca di suatu artikel di detik, hal ini adalah untuk meningkatkan moral bangsa dan rasa tanggung jawab. Meningkatkan gimana caranya kalau begitu? Kan salah satu prinsip bangsa Indonesia yang terkenal adalah "tak ada rotan, akar pun jadi". Percaya deh, orang kita pasti akan berhasil menemukan cara lain untuk mengakalinya. Karena selama masih ada pasarnya, penjualnya pun tetap akan bertahan. Nah.. untuk masalah tanggung jawab, saya mau tanya, apa kalian tidak ada yang merasa tersinggung? Karena ini sama saja seperti melarang anak kecil makan permen dengan cara menyita permennya. Lah? Emangnya kita anak kecil kok diperlakukan seperti itu? Tanggung jawab itu ya tergantung kesadaran masing-masing individu dan masih banyak cara lain yang lebih dewasa untuk mengajarkan dan meningkatkannya. Lagipula, kan lucu kalau kita dipaksa bertanggung jawab oleh orang-orang yang sendirinya belum tentu "jujur dan bertanggung jawab".
Sekali lagi, kalau mau ada perubahan mulailah dari diri kita sendiri (siapa sih pelopor quote yang bagus banget ini?!).
Segitu aja komen dari saya... tadinya ada satu hal lagi yang mau diangkat, tapi karena terlalu terbawa isu 2 hal di atas saya jadi lupa deh :)
P.S.: Daripada nanti saya terjerat Pasal 27 UU ITE, kayaknya mendingan saya bikin disclaimer:
Tulisan ini samasekali tidak ada niat untuk menghina, mencemarkan, memeras ataupun mengancam pihak manapun. Kalaupun ada, itu adalah ketidaksengajaan.
0 comments:
Post a Comment